BUDAYA
ORGANISASI
Organisasi merupakan hal yang
tidak mungkin terlepas dari kehidupan bermasyarakat. Karena dari semenjak lahir
secara langsung kita sudah dikenalkan dengan organisasi yaitu keluarga. Dalam organisasi tersebut tidak mungkin juga terlepas dari ikatan budaya
yang ada dalam organisasi. Ikatan budaya yang tercipta dalam organisasi
tersebut dapat tercipta dan dibentuk oleh masyarakat yang bersangkutan, baik
dalam organisasi bangsa, bisnis maupun bangsa. Budaya membedakan masyarakat
satu dengan yang lain dalam cara berinteraksi dan bertindak menyelesaikan suatu
pekerjaan. Budaya mengikat anggota kelompok masyarakat menjadi satu kesatuan
pandangan yang menciptakan keseragaman berperilaku atau bertindak. Seiring
dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat
pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi
secara keseluruhan.
Definisi
Budaya Organisasi
Pada
hakikatnya, budaya organisasi memiliki nilai baik bagi kemajuan suatu
organisasi dimana budaya organisasi merupakan salah satu perangkat manajemen
untuk mencapai tujuan organisasi. Namun, budaya organisasi bukan merupakan cara
yang mudah bagi suatu organisasi untuk memperoleh keberhasilan, dibutuhkan
strategi yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu andalan daya saing
organisasi. Jadi dapat dikatakan bahwa budaya organisasi merupakan sebuah
konsep sebagai salah satu kunci keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai
tujuannya.
Secara
etimologis (asal-usul kata), budaya organisasi terdiri dari dua kata, yakni budaya dan organisasi.
•
Organisasi merupakan suatu sistem yang mapan dari
sekumpulan orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, melalui suatu
jenjang kepangkatan & pembagian.
Unsur-unsur organisasi:
1.
Kumpulan orang
2.
Kerjasama
3.
Tujuan Bersama
4.
Sistem Koordinasi
5.
Pembagian tugas dan
tanggung jawab
6.
Sumber daya organisasi
•
Budaya adalah suatu set nilai, penuntun kepercayaan akan suatu hal,
pengertian & cara berpikir yang dipertemukan oleh para anggota organisasi
& diterima oleh anggota baru.
Unsur-unsur Budaya:
1.
Ilmu Pengetahuan
2.
Kepercayaan
3.
Seni
4.
Moral
5.
Hukum
6.
Adat-istiadat
7.
Perilaku/kebiasaan (norma) masyarakat
8.
Asumsi dasar
9.
Sistem Nilai
10. Pembelajaran
/ Pewarisan
11. Masalah
adaptasi eksternal dan integrasi internal
Jadi Budaya Organisasi merupakan
penerapan nilai-nilai dalam suatu masyarakat yang terkait, bekerja di bawah
naungan suatu organisasi. (Duncan dalam Kasali, 1994: 108)
Banyak
hal yang dapat menggambarkan tentang definisi dari budaya birokrasi. Setiap
orang biasanya memiliki pandangan yang berbeda tentang apa makna dari budaya
organisasi. Dalam konteks masyarakat, budaya biasanya didefinisikan sebagai
nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan-kepercayaan, sikap atau sesuatu yang
diyakini (attitude), dan simbol-simbol.
Berikut adalah definisi budaya
organisasi menurut para tokoh :
a. Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt,
Osborn (2001:391)
Budaya Organisasi adalah
sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal
itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b. Tosi, Rizzo, Carroll
seperti yang dikutip oleh Munandar (2001:263)
Budaya Organisasi adalah
cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu
yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi.
c. Robbins (1996:289)
Budaya Organisasi adalah
suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu.
d. Schein (1992:12)
Budaya Organisasi adalah
pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan
masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan
mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada
anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam
mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi.
e. Cushway dan Lodge (GE :
2000)
Budaya Organisasi
merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara pekerjaan
dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan budaya organisasi dalam penelitian ini adalah sistem nilai
organisasi yang dianut oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara
bekerja dan berperilaku dari para anggota organisasi.
f.
Peter
F. Drucker
Budaya Organisasi adalah
pokok penyelesaian masalah-masalah ekternal dan internal yang pelaksanaannya
dilakukan secara konsisten oleh suatu kelompok yang kemudian mewariskan kepada
angota-anggota baru sebagai cara yang tepat untuk memahami, memikirkan, dan
merasakan terhadap masalah-masalah terkait sepeti di atas.
g.
Phithi Sithi
Amnuai
Budaya Organisasi adalah
seperangkat asumsi dasar dan keyakinan yang dianut oleh anggota-angota
organisasi, kemudian dikembangkan dan diwariskan guna mengatasi masalah-masalah
adaptasi eksternal dan masalah-masalah integrasi internal.
Budaya
Organisasi merupakan hal yang penting
Budaya
Organisasi menjadi salah satu instrument yang penting dalam jalannya suatu
organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai dengan efektif sesuai dengan
harapan. Dengan ada budaya yang luas memberikan pengaruh yang kuat terhadap struktur
dan fungsi organisasi. Dan setiap organisasi memiliki budaya organisasi yang
berbeda-beda sekalipun mereka menjalankan fungsi yang sama. contohnya adalah
bisa saja terdapat Satu organisasi yang lebih otoritarian atau demokratis
dibanding dengan organisasi lainnya. Ada
juga organisasi yang sangat terikat peraturan bahkan hanya berpedoman pada
peraturan informal, dapat memberikan inovatif dan inspirasi terhadap perubahan
atau menolak perubahan, dan bahkan tidak dapat beradpatasi dengan lingkungan
sekitar. Selain itu, ada juga organisasi yang bisa menerima keragaman atau
anti-keragaman atau bisa membawa atmosfer yang bersahabat atau tidak bersahabat
sehingga berpengaruh kepada lingkungan internal ataupun eksternalnya.
Tiga pendekatan dalam mempelajari birokrasi.
Setiap
organisasi bahkan setiap orang-orang yang terlibat dalam organisasi dapat
memiliki interprestasi yang berbeda-beda tentang budaya organisasi mereka.
Perbedaan interpretasi budaya tersebut dapat dilihat dari tiga pendekatan,
yaitu :
a.
Perspektif
Integrasi
Anggota
organisasi tahu betul dan tahu persis prinsip dasar yang menjadi budaya
organisasi tempat mereka bernaung sehingga mereka tahu bagaimana harus
berperilaku yang benar dan menunjang tujuan organisai yang ada.
Contoh
: Jika karyawan rajin atau berprestasi maka gaji karyawan tersebut akan naik
atau mendapat bonus. (reward and punishment)
b.
Perspektif Perbedaan
Dalam
perspektif ini mengakui ada perbedaan interpretasi budaya organisasi atau
bahkan variasi budaya di dalam organisasi yang mencerminkan adanya kelompok
kepentingan yang berbeda dalam suatu
organisasi. Dalam hal ini mengakibatkan bisa terjadi perselisihan antara
departemen yang satu dengan departemen yang lain dalam satu organisasi.
Contohnya
: Manajer dapat memiliki pemahaman/pendapat yang berbeda dengan bawahan
mengenai sikap tidak berat sebelah (fairness) dan tanggung jawab.
c.
Perspektif Fragmentasi
Perspektif
perbedaan tidak melihat ada konsensus di tingkat organisasi, yang ada hanya
konsensus di tingkat subkultur dan pandangan ini cenderung menekankan bagaimana
kelompok bawahan melihat organisasi untuk membedakan dengan pandangan
integrasi. Perspektif ini sering digunakan untuk meneliti konflik dan
keengganan yang tidak muncul dalam penelitian organisasi yang menekankan kerja tim,
harmoni, dan kerja sama
Sumber-sumber
Budaya Organisasi
Dalam menjalankan tugas
dan fungsinya sebagai suatu organisasi. Menurut Tosi, Rizzo, Carrol terdapat
berbagai factor yang mempengaruhi organisasi, yaitu:
1. Pengaruh
umum dari luar yang luas
Mencakup
faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat
dikendalikan oleh organisasi.
2. Pengaruh
dari nilai-nilai yang ada di masyarakat
Keyakinan-keyakinan
dan nilai-nilai yang dominan dari masyarakat luas misalnya kesopansantunan dan
kebersihan.
3. Faktor-faktor
yang spesifik dari organisasi
Organisasi
selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam mengatasi baik masalah
eksternal maupun internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian-penyelesaian
yang berhasil. Keberhasilan mengatasi berbagai masalah tersebut merupakan dasar
bagi tumbuhnya budaya organisasi.
Fungsi
Budaya Organisasi
Dengan adanya budaya
organisasi yaitu dengan adanya nilai-nilai yang dimengerti, ditanamkan, dan dilakukan oleh pelaku
organisasi budaya organisasi dapat memberikan manfaat yang baik bagi jalannya
suatu organisasi agar dapat terus berjalan dengan produktif dan memberikan
perkembangan yang positif dari hari ke hari.
Menurut Stephen P. Robbins, budaya
organisasi membawa manfaat bagi organisasi, yaitu :
a. Budaya
Organisasi menciptakan sesuatu pembedaan yang jelas antara organisasi yang satu
degan yang lain.
b. Budaya
Organisasi membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya
Organisasi mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya
Organisasi merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu
dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e. Budaya
Organisasi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan
membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Ciri-ciri
Budaya Organisasi
7 ciri-ciri budaya organisasi menurut
Robbins (1996:289), yaitu :
a.
Inovasi
dan pengambilan resiko.
Sejauh
mana karyawan didukung untuk menjadi inovatif dan mengambil resiko. Rela
berkorban untuk memberikan yang terbaik bagi organisasi dan dapat menciptakan
Sesuatu hal yang baru dalam menghadapi ketidakpastian lingkungan. Perusahaan berorientasi bagi para pengambil
resiko dan inovator, perusahaan juga berorientasi pada hasil yang dicapai oleh
karyawan, perusahaan juga lebih menyukai karyawan yang agresif. Perusahaan
cenderung untuk mencari orang-orang berbakat dari segala usia dan pengalaman,
perusahaan juga menawarkan insentif finansial yang sangat besar dan kebebasan
besar bagi mereka yang sangat berprestasi.
b.
Perhatian
terhadap detail
Sejauh
mana karyawan diharapkan menunjukkan kecermatan, analisis dan perhatian
terhadap detail. Dimana diperlukan karyawan yang handal dan memiliki kompetensi
dalam memberikan perhatian kepada masalah-masalah yang perlu ditangani dengan
lebih serius. Perusahaan suka merekrut para lulusan muda universitas, memberi
mereka pelatihan istimewa, dan kemudian mengoperasikan mereka dalam suatu
fungsi yang khusus. Perusahaan lebih menyukai karyawan yang lebih cermat,
teliti, dan mendetail dalam menghadapi dan memecahkan suatu masalah.
c.
Orientasi
hasil.
Sejauh
mana manajemen memfokus pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang
digunakan untuk mencapai hasil tersebut. (hasil yang didapat harus sesuai
dengan harapan, misalnya jumlah output dan waktu terselesaikan output yang
hendak di hasilkan).
d.
Orientasi
orang.
Sejauh
mana keputusan manajemen memperhitungkan efek pada orang-orang di dalam
organisasi itu. apakah keputusan manajemen tersebut berpengaruh langsung atau
tidak langsung terhadap pelaku organisasi.
e.
Orientasi
tim.
Sejauh
mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim yaitu diperlukan kerjasama
dalam melaksanakan tugas bersama untuk mendapatkan hasil yang maksimal. bukannya
individu. Perusahaan lebih condong ke arah orientasi orang dan orientasi tim
dimana perusahaan memberi nilai tinggi pada karyawan yang dapat menyesuaikan
diri dalam sistem organisasi. Perusahaan juga menyukai karyawan yang setia dan
mempunyai komitmen yang tinggi serta mengutamakan kerja sama tim.
f.
Keagresifan.
Berkaitan
dengan agresivitas karyawan, yaitu semangat dan spirit karyawan dalam melakukan
suatu pekerjaan.
g.
Kemantapan.
Organisasi
menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang sudah baik.
Menurut
Sonnenfield banyak perusahaan tidak dapat dengan rapi dikategorikan dalam salah
satu dari empat kategori karena merek memiliki suatu paduan budaya atau karena
perusahaan berada dalam masa peralihan.
Dengan menilai
organisasi itu berdasarkan tujuh karakteristik ini, akan diperoleh gambaran
majemuk dari budaya organisasi itu. Gambaran ini menjadi dasar untuk perasaan
pemahaman bersama yang dimiliki para anggota mengenai organisasi itu, bagaimana
urusan diselesaikan di dalamnya, dan cara para anggota berperilaku (Robbins,
1996 : 289).
Selain itu dapat dilihat
bahwa Budaya Organisasi merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat
dipelajari, dapat diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus. Budaya
Organisasi juga berfungsi sebagai perkat, pemersatu, identitas, citra, brand,
pemacu-pemicu (motivator ), pengengmbangan yang berbeda dengan organisasi lain
yang dapat dipelajaridan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat
dijadikan acuan prilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada
pencapaian tujuan atau hasil/target yang ditetapkan.
Budaya Organisasi dengan Efektivitas Organisasi
Robbins
(1990: 49) mendefinisikan efektifitas organisasi sebagai suatu tingkat dimana
suatu organisasi dapat merealisasikan tujuannya. Ada beberapa pendekatan untuk mengukur
keefektifan suatu organisasi, yaitu Pendekatan tradisional digunakan untuk
mengukur efektivitas organisasi individual dalam rangka untuk mempertemukan
kemampuan dan tujuan organisasi tersebut dalam setiap bidang yang khusus. Namun
pendekatan tersebut memiliki kelemahan dalam mengakomodasikan kepentingan
interdivisional.
Namun
pendekatan tradisional dapat diatasi dengan beberapa model yaitu model
kontijensi (Burrell dan Morgan: 1979), model populasi ekologi (Aldrich: 1979),
model ekonomi politik (Nord: 1983), model sistem (Weick dan Daft: 1983), dan
model hirarki analitis (Chan dan Lynn: 1993).
Robbins (1990:50) mengutip beberapa
kriteria efektivitas organisasi, beberapa kriteria tersebut diantaranya tidak
mudah untuk diukur secara kuantitatif, misalnya kepuasan, motivasi, dan moral.
Kaplan dan Norton (1992, 1993, 1996)
menemukan suatu model yang memberikan alternatif untuk perbaikan dalam
pengukuran efektitivitas organisasi atau kinerja organisasi yang dikenal dengan
balanced scorecard yang menggunakan pengukuran internal maupun eksternal,
kuantitatif maupun kualitatif.
Robbins (1990:53) mengklasifikasikan empat
pendekatan dalam mempelajari efektifitas organisasi, yaitu:
a.
Pendekatan
Pencapaian Tujuan (The Goal Attainment
Approach).
Pendekatan ini menunjukkan bahwa suatu
efektifitas organisasi dinilai lebih pada kaitannya dengan tujuan akhir
daripada dengan prosesnya (jadi dalam hal ini para pelaku organisasi mengetahui
apa sebenarnya tujuan akhir dari organisasi, adanya shared value yang si
sosialisasikan dengan baik dari individu yang satu terhadap individu yang lain
dalam suatu organisasi). Kriteria yang umum digunakan dalam pendekatan ini
adalah maksimasi laba. Dengan demikian asumsi yang digunakan dalam pendekatan
ini seluruh kriteria yang digunakan harus dapat diukur (measureable).
b.
Pendekatan
Sistem (The System Approach).
Pendekatan ini tidak menekankan pada
tujuan akhir tetapi memasukkan seluruh kriteria dalam satu element dan
masing-masing akan saling berinteraksi. Pendekatan sistem ini menekankan pada
kelangsungan hidup organisasi untuk jangka waktu panjang.
c.
Pendekatan
Konstituen Strategis (The
Strategic-Constituencies).
Pendekatan ini menunjukkan bahwa
organisasi yang efektif adalah organisasi yang dapat memuaskan keinginan para
konstituen dalam lingkungannya. Masing-masing konstituen tersebut mempunyai
keinginan yang berbeda-beda. Karena itu diperlukan budaya organisasi yang baik
agar keinginan konstituen dapat terlaksana, budaya organisasi yang diketahui
dan dipahami oleh setiap pelaku organisasi, sehingga dalam melakukan setiap
tugas dan kewenangan selalu berpegang kepada budaya organisasi yang ada.
Pemilik berkeinginan untuk memperoleh return
on investment yang tinggi,
karyawan akan menginginkan kompensasi yang memadai, pelanggan menginginkan kemampuan
membayar hutang, demikian juga dengan pihak-pihak lainnya akan mempunyai
keinginan yang unik.
d.
Pendekatan
nilai-nilai persaingan (The
Competing-Value Approach).
Pendekatan ini menawarkan suatu kerangka
yang lebih integrative dan lebih variatif, karena kriteria yang dipilih dan
digunakan tergantung pada posisi dan kepentingan masing-masing dalam suatu
organisasi. Sehubungan dengan tingkat variatif yang relative tinggi, maka
terdapat tiga perangkat dasar nilai-nilai, yaitu: 1) fleksibilitas versus pengendalian,
2) manusia versus organisasi, 3) proses versus tujuan akhir. Berdasarkan tiga
perangkat dasar tersebut dapat digambarkan empat model nilai-nilai efektivitas,
yaitu human rational model, open system
model, rational goal.
Pembentukan
Budaya Organisasi (Sutanto, 1997: 13)
Penjelasan:
Ø Filsafat
pendiri organisasi merupakan sumber utama sebuah budaya organisasi. Artinya
para pendiri organisasi secara tradisional mempunyai dampak yang penting dalam
pembentukan budaya wal organisasi. Mereka memiliki visi & misi mengenai
bagaimana bentuk organisasi tersebut seharusnya. (Robbins, 1990: 486).
Adapun
tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut:
· Seseorang mempunyai gagasan untuk mendirikan
organisasi.
· Ia menggali dan mengarahkan sumber-sumber baik orang yang
sepaham dan setujuan dengan dia (SDM),
biaya dan teknologi.
·
Mereka
meletakan dasar organisasi berupa susunan organisasi dan tata kerja.
Contoh, Ray Kroc dengan McDonald-nya. Sejak
dirintis pada tahun 1955 sampai dengan abad 21 ini, pegawai McDonald seolah
masih “diawasi” Kroc dengan prinsip-prinsip dasar organisasinya. Misalkan
komitmen terhadap kualitas pelayanan, kebersihan & nilai. Juga penggunaan
bumbu & peralatan yang baik, kebersihan kamar mandi, dan jangan kompromi.
Inilah filosofi pendiri penjual hamburger, fries & shakes yang masih
diikuti sbg pedoman manajemen.
Sekali
Budaya itu ada, akan terdapat kekuatan-kekuatan dalam organisasi yang bertindak
untuk mempertahankannya dengan cara memberikan sejumlah pengalaman yang sama
kepada para pegawai. Ketiga kekuatan yang mempertahankan budaya organisasi
ialah sebagai berikut:
1.
Seleksi
untuk
menentukan kriteria yang dianggap paling tepat untuk menjadi anggota
organisasi. Ini merupakan kekuatan dalam mempertahankan budaya organisasi.
Tujuan utama dari proses seleksi adalah menemukan & mempekerjakan individu
yg memiliki pengetahuan, kepandaian & kemampuan untuk berprestasi dalam
pekerjaan di dalam organisasi.
Dalam
proses seleksi ini, ketika terdapat banyak calon yang memenuhi criteria, maka
pengambil keputusan akan menentukan siapakah yang nantinya akan dipekerjakan
berdasarkan pertimbangan tentang sejauh mana calon-calon tersebut akan cocok
dengan organisasinya. Selain itu, proses seleksi ini juga member informasi
kepada para pelamar mengenai organisasi itu, dan jika mereka merasakan adanya
konflik antara nilai mereka dengan nilai organisasi tersebut, maka mereka dapat
mengundurkan diri dari pencalonannya. Sehingga, proses seleksi tersebut,
menyaring individu yang mungkin akan menyerang atau mengacaukan nilai-nilai
intinya.
2.
Manajemen puncak
menunjukkan pada perilaku & tindakan dari manajemen puncak akan berpengaruh
terhadap budaya organisasi. Para pegawai
memperhatikan perilaku manajemen dimana kejadian-kejadian yang diamati oleh
para pegawai dalam kurun waktu tertentu dapat menetapkan norma-norma yang
kemudian meresap ke bawah melalui organisasi. Adanya sosok Leadership sebagai
panutan dalam bertindak merupakan cara untuk mempertahankan Budaya Organisasi
yang telah ada.
3.
Proses
sosialisasi merupakan langkah yang tepat untuk
mempertahankan budaya organisasi, terutama sosialisasi yang ditujukan bagi
anggota baru untuk menyesuaikan diri dengan budayanya. Seluruh anggota
organisasi seharusnya mengetahui & memahami mengenai terbentuknya budaya
organisasi, pentingnya bagi kemajuan organisasi, termasuk bagi pengembangan
dirinya. Sebuah organisasi akan selalu mensosialisasi setiap pegawai selama
kariernya. Namun sosialisasi yang paling eksplisit ialah ketika organisasi
mencoba membentuk orang luar/orang baru untuk menjadi seorang pegawai “yang
berkedudukan baik”. Dalam proses tersebut, mereka diberitahu mengenai bagaimana
hal tersebut dilakukan disini.
Model Sosialisasi Budaya
Organisasi
Sumber
: Djokosantoso Moeljono, Cultured! Budaya
Organisasi Dalam Tantangan, Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo, 2005), hlm 9
Proses
terbentuknya budaya organisasi ditentukan oleh beberapa hal yakni:
1.
Lingkungan usaha, lingkungan di tempat
perusahaan itu beroperasi akan menentukan apa yang harus dikerjakan oleh
perusahaan untuk mencapai keberhasilan.
2.
Nilai-nilai merupakan konsep dasar dan keyakinan
suatu organisasi
3.
Panutan atau keteladanan, orang-orang yang
menjadi panutan atau teladan karyawan-karyawan lainnya karena keberhasilan.
4.
Upacara-upacara, acara-acara rutin yang diselenggarakan
oleh perusahaan dalam rangka memberikan penghargaan kepada karyawannya.
5.
Network, jaringan komunikasi informal dalam
perusahaan yang dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai organisasi.
Budaya
asli diturunkan dari filsafat pendirinya, selanjutnya budaya ini akan
mempengaruhi criteria yang akan digunakan dalam memperkerjakan karyawan.
Tindakan dari manajemen puncak akan menentukan iklim umum dari perilaku yang
dapat diterima atau tidak. Manajemen puncak juga menentukan cara karyawan
mengalami sosialisasi, baik dalam hal mencocokkan nilai-nilai karyawan baru
dengan nilai-nilai organisasi, maupun pada preferensi manajemen puncak akan
metode sosialisasi.
Mengelola
Budaya Organisasi
Salah satu permasalahan
pokok dari budaya organisasi adalah pengelolaan budaya organisasi. Jika kita
membicarakan tentang mengelola budaya, kita maksudkan mengubah budaya tersebut.
Ini telah menjadi definisi sekarang yang berlaku.
Mengubah budaya sebuah organisasi bukanlah
sebuah pekerjaan mudah, karena memang memerlukan cara mengukur budaya
organisasi dalam hubungannya dengan perubahan organisasi. Schwartz dan Davis merancang sebuah
cara pengukuran budaya dalam hal deskripsi bagaimana tugas – tugas manajemen
ditangani dalam skala perusahaan dan hubungan antara atasan bawahan, rekan
kerja dan antar bagian agar dapat dinilai tingkat kesesuaian budaya dengan
setiap rencana perubahan strategis.
Merubah Budaya
Banyak model perubahan terencana, salah
satunya adalah enam langkah perubahan efektif yang diajukan oleh Beer:
1. Mobilisasi komitmen
pada perubahan melalui diagnosa bersama atas masalah – masalah bisnis
2. Kembangkan visi
bersama tentang bagaimana cara mengorganisasi dan mengelola agar memperoleh
keunggulan bersaing
3. Perkuat konsensus
pada visi baru, kompetensi untuk mewujudkannya dan kohesi untuk menggerakkannya
4. Sebarkan revitalisasi
pada semua bagian tanpa harus memaksakannya dari atas
5. Lembagakan
revitalisasi melalui kebijakan, system dan struktur formal
6. Monitor dan sesuaikan
strategi dalam merenpon masalah dalam proses revitalisasi
Dua elemen terpenting dalam menciptakan
perubahan budaya organisasi adalah dukungan eksekutif dan pelatihan.
- Dukungan eksekutif: eksekutif dalam
organisasi harus mendukung perubahan budaya, selain dukungan verbal. Mereka harus
menunjukkan dukungan perilaku untuk perubahan budaya. Eksekutif harus memimpin
perubahan dengan merubah perilaku mereka. Ini sangat penting bagi para eksekutif
untuk mendukung perubahan secara konsisten.
- Pelatihan: perubahan budaya tergantung
pada perubahan perilaku. Anggota organisasi harus memahami dengan jelas apa
yang diharapkan dari mereka, dan harus tahu bagaimana melakukan kebiasaan baru,
setelah ditentukan. Training bisa jadi sangat berguna baik untuk
mengkomunikasikan harapan dan mengajarkan kebiasaan baru .
Komponen penting lainnya dalam perubahan
budaya organisasi adalah :
1. Menciptakan
pernyataan nilai dan kepercayaan: gunakan fokus karyawan pada kelompok, dengan
departemen untuk meletakkan misi, visi, dan nilai-nilai kedalam kata-kata yang
menyatakan pengaruh di masing-masing pekerjaan karyawan. Untuk satu pekerjaan,
karyawan menyatakan : "Saya menghidupkan nilai kualitas perawatan pasien
dengan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang diucapkan pasien."
Latihan ini akan memberikan pemahaman umum terhadap budaya yang diinginkan yang
sebenarnya merefleksikan tindakan yang harus dipenuhi dalam pekerjaan mereka.
2. Mempraktekkan
komunikasi yang efektif: membuat semua karyawan mendapatkan informasi terkait
dengan proses perubahan budaya organisasi memastikan akan komitmen dan
keberhasilan. Dengan mengatakan pada karyawan apa yang diharapkan dari mereka
adalah penting untuk perubahan budaya organisasi yang efektif.
3. Review struktur
organisasi: perubahan struktur organisasi secara fisik untuk memenuhi keinginan
budaya organisasi yang diperlukan. Misalnya, dalam perusahaan kecil, empat unit
bisnis yang berbeda berkompetisi dalam hal produk, pelanggan, dan sumber
dukungan internal, mungkin tidak akan mendukung penciptaan budaya organisasi yang
efektif. Unit-unit ini seperti tidak mendukung kesuksean bisnis secara
keseluruhan.
4. Desain ulang
pendekatan terhadap reward dan pengakuan: mengubah sistem reward untuk
mendorong perilaku penting yang diinginkan dalam budaya organisasi.
5. Review semua sistem
kerja, seperti promosi karyawan, manajemen kinerja, dan pemilihan karyawan
untuk memastikan mereka sesuai dengan budaya yang diinginkan. Misalnya, organisasi
tidak bisa memberikan reward kinerja individu jika persyaratan budaya
organisasi menentapkan team work. Bonus total eksekutif tidak bisa digunakan
sebagai reward sasaran departemennya tanpa mengenali pentingnya peran dia dalam
tim eksekutif untuk mencapai tujuan organisasi.
Merubah budaya organisasi memerlukan waktu,
komitmen, perencanaan dan pelaksanaan yang tepat - tapi ini bisa dilakukan .
DAFTAR PUSTAKA
ISSN: 1410 – 2420 Chairumam Armia, Pengaruh
Budaya terhadap Efektifitas Organisasi: Dimensi Budaya … 114
JAAI VOLUME 6 NO. 1, JUNI 2002.
Robbins, Stephen P. Teori Organisasi: Struktur, Desain, dan Aplikasi. 1994. Penerbit
Arcan.