Dasar Logika
Kata “logika” sering terdengar dalam percakapan
sehari-hari, biasanya dalam arti “menurut akal”, seperti kalau orang berkata
“menurut logikanya ia harus berterima kasih, bukan malah marah-marah”.
Akan tetapi “logika” sebagai istilah berarti “suatu metode atau teknik
yang diciptakan untuk meneliti ketepatan penalaran”. Maka untuk memahami
apakah logika itu, kita harus mengetahui pengertian yang jelas
tentang penalaran. Penalaran adalah suatu bentuk pemikiran. Adapun
bentuk-bentuk pemikiran yang lain, mulai yang paling sederhana adalah
pengertian atau konsep, proposisi atau pernyataan, dan penalaran. Tidak
ada proposisi tanpa pengertian, dan tidak ada penalaran tanpa proposisi.
Maka untuk memahami penalaran, ketiga bentuk pemikiran tersebut harus dipahami
bersama-sama.
1.1
Pengertian
Kita mulai, misalnya dengan observasi empirik atau
pengamatan indera, mata melihat ayam berwarna putih, telinga mendengar
suara berkokok. Bersamaan dengan aktivitas indera tersebut terjadilah
aktivitas pikiran sehingga membentuk pengertian. Dalam hal ini pengertian yang
terbentuk adalah “ayam putih sedang berkokok”. Tidak tidaknya suatu
pengertian tergantung dari tepat tidaknya cara melakukan observasi, dan
ini adalah masalah fisik, masalah indera, bukan masalah pikiran. Sekali
indera mengobservasi, terbentuklah pengertian yang bagi pikiran merupakan data
dalam proses berfikir lebih lanjut. Karena berasal dari pengalaman
empiric, maka pengertian itu juga disebut data empiric. Juga disebut data
psikologik, karena terbentuk melalui proses psikologik, yaitu pengamatan
indera.
Jadi, pengertian adalah sesuatu yang abstrak. Oleh karena
itu untuk dapat mengetahuinya pengertian harus disampaikan dengan lambang yaitu
bahasa.
1.2
Proposisi
Bersamaan dengan terjadinya observasi empiric didalam
pikiran, tidak hanya terbentuk pengertian, akan tetapi juga terjadi perangkaian
dari kata-kata. Tidak pernah ada pengertian yang berdiri sendiri.
Perangkaian pengertian itulah yang disebut dengan
proposisi. Dalam proses pembentukan proposisi terjadi dua hal, yaitu :
1)
Proses pembentukan proposisi terjadi
begitu rupa, sehingga ada pengertian yang menerangkan tentang pengertian yang
lain, atau ada pengertian yang diingkari oleh pengertian yang lain. Dengan
menggunakan contoh ayam diatas, proses perangkaian kata menghasilkan proposisi
“ayam putih itu berkokok”. “Berkokok” menerangkan tentang “ayam putih”.
Pengertian yang menerangkan itu disebut dengan “predikat”, sedang
pengertian yang diterangkan disebut dengan “subyek”. Kalau predikat
disingkat dengan “P” dan subyek disingkat dengan “S”, maka pola proposisi
ditulis P=S. Kalau dalam proses perangkaian itu terjadi pengingkaran,
maka proposisi yang terbentuk adalah “ayam putih itu tidak berkokok” dan
pola proposisi ditulis P¹S.
2)
Dalam proses pembentukan proposisi
itu sekaligus terjadi pengakuan bahwa ayam putih itu memang berkokok., atau
bahwa ayam putih itu memang tidak berkokok. Dari sini jelaslah bahwa
proposisi itu mengandung sifat benar atau salah. Sebaliknya pengertian itu
tidak ada hubungannya dengan benar atau salah.
Apa yang dinyatakan dalam proposisi seperti diatas adalah
fakta, yaitu observasi yang dapat diverifikasi atau diuji kecocokannya secara
empirik dengan menggunakan indera. Proposisi yang terjadi berdasarkan
observasi empirik disebut dengan proposisi empirik. Sedangkan proposisi
yang sifat kebenaran atau kesalahannya langsung nampak kepada pikiran
dan oleh karenanya harus diterima disebut dengan proposisi mutlak.
Lambang proposisi dalah bahasa adalah kalimat berita. Hanya kalimat beritalah
yang mempunyai sifat benar atau salah.
1.3
Penalaran
Pembahasan kita mulai dari proses berfikir dengan bertolak
dari pengamatan indera atau observasi empirik. Prose situ didalam pikiran
menghasilkan sejumlah pengertian dan proposisi sekaligus. Berdasarkan
pengamatan-pengamatan indera yang sejenis, pikiran menyusun proposisi-proposisi
yang sejenis pula. Misalnya: apel 1 berwarna hijau rasanya
asam; apel 2 berwarna hijau rasanya asam; apel 3 berwarna hijau rasanya
asam; dan seterusnya sampai apel ke 10. Kalau orang yang mengamati itu sadar akan
kesamaan diantara kesepuluh proposisi itu, ia akan mengharapkan, bahwa
apel-apel berwarna hijau lainpun rasanya asam.
Apa yang terjadi dalam proses diatas ialah, bahwa
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang akan
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses
inilah yang disebut dengan penalaran. Kalau disusun secara formal bentuk
penalaran itu menjadi sebagai berikut.
Apel 1 berwarna hijau rasanya asam
Apel 2 berwarna hijau rasanya asam
Apel 3 berwarna hijau rasanya asam
.
.
.
Apel 10 berwarna hijau rasanya asam
Jadi, Semua apel berwarna hijau rasanya asam
Dalam penalaran ini proposisi-proposisi yang menjadi dasar
penyimpulan disebut antesedens atau premis, sedangkan
kesimpulannya disebut konklusi atau konsekuens. Diantara
premis dan konklusi ada hubungan tertentu yang disebut dengan konsekuensi.
Penalaran yang konklusinya bermakna lebih luas dari
premisnya disebut dengan penalaran induktif, sedangkan penalaran
yang premisnya bermakna lebih luas dari konklusinya disebut dengan penalaran
deduktif.
Contoh penalaran deduktif:
Semua bintang film memakai sabun lux
Jadi, sebagian pemakai sabun lux adalah bintang film.
Penalaran itu erat dan dekat sekali artinya dengan
penyimpulan, argumen dan bukti. Proses penalaran meliputi aktivitas
mencari proposisi-proposisi untuk disusun menjadi premis, menilai hubungan
proposisi-proposisi didalam premis itu dan menentukan konklusinya.
Kalau penalaran itu aktivitas pikiran yang abstrak, maka
argumen ialah lambangnya yang berbentuk bahasa atau bentuk-bentuk
lainnya. Jadi kata itu lambang pengertian, kalimat itu lambang
proposisi, maka argumen adalah lambang penalaran.
Akhirnya yang disebut dengan bukti ialah argumen yang
berhasil menentukan kebenaran konklusi dari premis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar